Mendung
bernaung di langit kala itu,
Mengepul
bersama asap dan debu
Dari
para besi tua yang melangkah sejak nenek seusiaku.
Adalah
sebarisan muda,
Berjalan
dengan tegapnya,
Membahu
dalam satu,
Menuju
cahaya yang dulu terkobar biru.
Dulu,
kudengar bangsa ini terkenal
Dengan
ramah dan luhurnya pekerti,
Ia
disesaki oleh insan yang berbudi
Tak
ada caci – maki dari pinggir kali,
Atau
rumah kardus di pinggiran rel kereta api.
Dulu,
orang – orang berkata bahwa
Kita
bangsa yang ringan tangan
Bukan
untuk memukul wasit di lapangan,
Tapi
gotong-royong dalam pembangunan.
Sekarang,
banyak yang berkelakar di atas mimbar,
“Saya
benar! Saya benar!”
Sembari
berseru dengan wajah tegar
Namun
ternyata, itu hanya bualan yang diobral.
Aku
bukan tak percaya bahwa bangsa kita tetap bersahaja,
Menjunjung
tinggi moral da etika.
Aku
bukan tak percaya,
Hanya
terlalu banyak fakta yang menyakitkan mata
Bahwa
kita memang sedang kekurangan etika.
Apakah
kita akan membiarkannya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar